Wisatawanlibur akhir tahun menjadi harapan bagi perajin kecil di sentra kerajinan perak Kotagede, Kota Yogyakarta, untuk menjual produk mereka. Harian Kompas Kompas TV

- Berdiri pada warsa 1930-an, Masjid Perak menjadi tengara modernisme Islam yang berkembang di Kotagede. Di usianya hampir seabad, masjid tersebut menjadi saksi bisu pergumulan Islam dengan sinkretisme, kolonialisme, dan komunisme. Modernisme Islam di Kotagede tidak bisa dilepaskan dari Muhammadiyah, organisasi yang didirikan Ahmad Dahlan di Kampung Kauman, sekitar 6 kilometer dari kawasan itu. Di kemudian hari, sejumlah tokoh penting Muhammadiyah pun lahir dari kawasan budaya Masjid Perak Masjid Perak terletak di Jalan Mondorokan No. 51, Trunojayan, Prenggan, Kotagede, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada masa Revolusi, masjid ini menjadi saksi penggemblengan Laskar Hizbullah dan Sabilillah sebelum menuju medan perang melawan tentara Netherlands Indies Civil Administration NICA yang membonceng Sekutu. Ruang utama Masjid Perak berbentuk persegi dengan luas 100 meter persegi. Atapnya berbentuk limas yang disangga empat soko guru atau pilar utama. Jendela besar terdapat di dinding sebelah barat, tepatnya di kanan dan kiri mihrab atau pengimaman. Sementara itu, pintu utama terdapat di dinding bagian selatan dan timur. Para sejarawan berselisih paham tentang asal nama Masjid Perak. Sebagian berpendapat nama tersebut diambil dari kata “perak” yang merupakan komoditas utama para perajin dan pedagang yang menyokong biaya pembangunan masjid itu. Lain itu, warnanya yang putih juga berasosiasi dengan logam mulia itu dan dianggap lambang keikhlasan dan kesucian hati para pembangunnya. Sejarawan lain berpendapat bahwa nama Perak adalah kesalahan fonetik terhadap kata “firoq”, istilah Arab yang bermakna “perpisahan”. Maksudnya perpisahan dari ritual tertentu yang biasa dilakukan di Masjid Gedhe Mataram, masjid kuno tinggalan Panembahan Senopati. Masjid Perak memang dibangun dengan semangat purifikasi agama dari anasir kepercayaan dan praktik-praktik yang dinilai bertentangan dengan Islam. Karena lokasinya yang menyatu dengan komplek makam raja-raja, Masjid Gedhe Mataram kerap dijadikan tempat ritual oleh sebagian masyarakat yang percaya pada kekuatan ruh orang yang sudah meninggal. Kebiasaan inilah yang membuat kelompok muslim modernis sekaligus anggota Muhammadiyah merasa kurang nyaman dan mengalihkan kegiatannya ke Masjid Perak. Pembangunan Masjid Perak dimulai pada 1937 di atas tanah wakaf seluas 400 meter persegi. Pada 1939, proses pembangunan rampung dan setahun kemudian, tepatnya pada 12 Januari 1940, masjid sudah digunakan untuk beribadah. Donatur utama pembangunan masjid tersebut adalah Amir, Mudzakir, dan Muchsin. Mudzakir adalah putra Abdullah Rosyad, seorang abdi dalem pegawai kerajaan di bidang keagamaan. Mudzakir juga merupakan ayahanda Prof. Abdul Kahar Mudzakir, tokoh Muhammadiyah yang duduk sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI. Sementara itu, Muchsin adalah saudara ipar Mudzakir. Berkat kesuksesannya berbisnis barang-barang grosir, dia menjadi penyandang dana Abdul Kahar, keponakannya, sewaktu menempuh pendidikan tinggi di Universitas Kairo, Mesir. Kotagede dan Kerajinan Perak Kotagede adalah sebuah kecamatan yang terletak di selatan Yogyakarta. Kawaasan ini berdiri sekira 1532. Wilayah yang semula merupakan alas Mentaok ini dibuka sebagai pemukiman oleh Ki Ageng Pemanahan atas titah Sultan Adiwijaya, penguasa Pajang. Putra Ki Ageng Pemanahan, yaitu Raden Ngabehi Saloring Pasar, kemudian mendirikan Kesultanan Mataram Islam dengan Kotagede sebagai ibu kotanya. Saloring Pasar selanjutnya dikenal dengan gelar Panembahan Senopati. Meski ibu kota Mataram pernah pindah ke Kerta, Plered, Kartasura, dan Surakarta, Kotagede tetap menjadi kota yang penting. Kiwari, wilayah ini dikenal dengan banyaknya tinggalan sejarah, di antaranya Masjid Gedhe Mataram, makam para pendiri kerajaan, pasar tradisional, rumah-rumah kuno, dan reruntuhan benteng. Perdagangan adalah pekerjaan yang paling banyak ditekuni masyarakat Kotagede. Seturut Van Mook dalam “Kutha Gedhe” 1986, hlm. 3, wilayah ini sejak lama menjadi sentra produk-produk kerajinan. Banyak warganya yang berprofesi sebagai perajin emas, perak, kuningan, tanduk binatang, kulit, dan kayu. Di antara semua itu, kerajinan perak merupakan bidang yang paling banyak ditekuni masyarakat Kotagede, bahkan sejak zaman Mataram Islam. Pada warsa 1930-an tatkala krisis ekonomi alias Malaise menghantam Hindia Belanda, kerajinan perak di Kotagede justru mencapai puncak kejayaannya. Dalam satu tahun, tercatat kilogram perak diproses oleh sekitar 70 perusahaan. Aktivitas produksi itu berhasil menyerap setidaknya tenaga kerja. Buruh yang tidak terampil mendapat upah 0,35 gulden sehari, sedangkan buruh yang sudah terampil menerima upah 1,50 gulden sehari. Sebagai perbandingan, harga beras saat itu hanya 0,05 gulden per kilogram. Pada masa Kolonial, Kotagede disebut-sebut sebagai pusat kerajinan perak terbesar di Hindia Belanda. Meski demikian, bahan baku kerajinan tersebut didatangkan dari luar daerah, khususnya Cikotok, Jawa Barat. Sebagai pusat kerajinan berskala besar, Kotagede mendapat perhatian lebih dari Pemerintah Kolonial. Pada 1933, dengan maksud memberi pembinaan terhadap para pengrajin perak, Pemerintah Hindia Belanda dan pihak Keraton Yogyakarta mendirikan Pakaryan Ngayogyakarta. Setiap tahun, lembaga ini memberikan subsidi kepada para perajin di Kotagede hingga 1500 gulden. Lembaga ini juga mengadakan kursus atau pelatihan, mendirikan ruang pameran, serta mencari jalan bagi para perajin dan pengusaha lokal untuk memperluas jaringan pemasaran di dalam negeri dan menembus pasar internasional. Untuk tujuan yang sama, didirikan pula sekolah kriya yang bernama Sedyaning Piwoelang Angesti Boedi pada 1939. Sekolah tersebut didirikan oleh Java Instituut, sebuah lembaga kebudayaan yang dibentuk untuk melestarikan kebudayaan masyarakat Jawa, Madura, Bali, dan Lombok. Ketika Muhammadiyah semakin berkembang di Kotagede, para pedagang dan perajin perak banyak yang turut bergabung. Berbagai aktivitas organisasi pun kemudian melibatkan peran serta mereka, tak terkecuali dalam pembangunan Masjid Perak. Infografik Mozaik Masjid Perak Kotagede. Motor Perubahan Hanya butuh waktu setengah jam berkendara dari Kauman, kampung halaman Ahmad Dahlan, untuk sampai di Kotagede. Meski begitu, Muhammadiyah baru berkembang pesat di kawasan tersebut pada warsa 1920-an. Seturut Mitsuo Nakamura dalam Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin 1983, hlm. 15, Kotagede merupakan wilayah terjadinya transformasi sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang melibatkan Muhammadiyah sebagai salah satu aktor penggeraknya. Menariknya, transformasi itu bukan dipengaruhi faktor eksternal atau sebab nilai-nilai yang diimpor dari luar, melainkan sesuatu yang tumbuh dari dalam masyarakat Kotagede sendiri dengan subkulturnya yang majemuk, yaitu santri, priyayi, dan abangan. Pada masa awal perkembangannya di Kotagede, Muhammadiyah membuka sejumlah lembaga pendidikan, di antaranya Volkschool Sekolah Rakyat dan Holland lnlandsche Cursus Kursus Bumiputra Berbahasa Belanda. Pada waktu itu, masyarakat Kotagede terbagi menjadi empat golongan. Mereka adalah golongan pegawai kerajaan abdi dalem, saudagar batu permata dan logam mulia, pedagang kecil seperti penjual makanan atau kebutuhan sehari-hari, serta petani dan buruh. Sebelum diterima secara luas oleh masyarakat Kotagede, Muhammadiyah mula-mula diminati oleh golongan pedagang kecil. Menariknya, sebagian dari golongan ini juga kepincut dengan rival ideologis Muhammadiyah, yaitu PKI. Maka tak berlebihan Kotagede saat itu disebut daerah “merah”. Pada 1924, PKI bahkan berani mengadakan kongres di sana. PKI menjadi kekuatan yang diperhitungkan di Kotagede karena peran anggota Sarekat Islam SI Cabang Surakarta. Organisasi pimpinan Cokroaminoto itu terpecah menjadi dua faksi, yakni SI Putih yang berhaluan nasional-religius dan SI Merah yang berhaluan sosialis-komunis. Tatkala PKI menjalankan program-programnya di Kotagede usai kemerdekaan, Muhammadiyah mencoba menghambat. Sanggar Bulus Kuning, misalnya, didirikan untuk mengimbangi pengaruh Lembaga Kebudayaan Rakyat Lekra yang berafiliasi dengan PKI. Pemuda Muhammadiyah dan Nasyiatul Aisyiyah pun tak ketinggalan bersaing dengan Pemuda Rakyat dan Gerakan Wanita Indonesia Gerwani. Seturut Mitsuo Nakamura, terdapat empat paradoks gerakan Muhammadiyah di Kotagede. Pertama, sebagai gerakan yang ingin memurnikan praktik keberislaman atau mengembalikannya pada ortodoksi Islam, Muhammadiyah mendapat dukungan masyarakat yang memiliki akar heterodoksi yang kuat. Kedua, perubahan yang dimotori Muhammadiyah itu mula-mula mendapat dukungan dari kelompok pedagang dan perajin, bukan priyayi atau petani. Pedagang dan perajin adalah kelompok sosial yang tidak umum dalam masyarakat Jawa kala itu. Ketiga, sebelum masuknya Muhammadiyah ke Kotagede, kelompok pedagang dan perajin bukan merupakan kalangan santri. Keempat, hubungan antara gerakan modernisme Islam ala Muhammadiyah dan kegiatan ekonomi tidak selalu beriringan. - Sosial Budaya Kontributor Firdaus AgungPenulis Firdaus AgungEditor Fadrik Aziz Firdausi

REPUBLIKACO.ID, YOGYAKARTA - Para perajin kecil perak di sentra produksi perak Kotagede, Kota Yogyakarta, mulai menyiapkan diri menghadapi musim liburan sekolah, Natal maupun Tahun Baru 2015 dengan menambah stok produknya.'Para perajin kecil perak Kotagede sejak awal sudah menyiapkan diri memproduksi kerajinan perak lebih banyak ketimbang hari biasa,'kata Wakil Ketua Asosiasi Perajin dan
Perajin perak di Kotagede, Yogyakarta. YOGYAKARTA - Para perajin kecil perak di sentra produksi perak Kotagede, Kota Yogyakarta, mulai menyiapkan diri menghadapi musim liburan sekolah, Natal maupun Tahun Baru 2015 dengan menambah stok produknya."Para perajin kecil perak Kotagede sejak awal sudah menyiapkan diri memproduksi kerajinan perak lebih banyak ketimbang hari biasa,"kata Wakil Ketua Asosiasi Perajin dan Pengusaha Kecil Mataram Asperam Yogyakarta, Pandit Anggoro di Yogyakarta, Ahad 14/12.Menurut dia, dengan meningkatkan produksi maka saat libur sekolah maupun natal dan tahun baru ini perajin sudah memiliki stok yang cukup sehingga ketika para wisatawan mengunjungi sentra kerajinan perak tersebut, mereka memiliki pilihan beragam dari produk kerajinan yang ada."Diharapkan pada musim liburan akhir tahun ini mereka memperoleh keuntungan banyak dari hasil penjualan produk kerajinan perak karena diharapkan jumlah kunjungan wisatawan meningkat," katanya. Ia mengatakan sebagian besar anggota asosiasinya adalah perajin kecil perak di Kotagede yang di antaranya memproduksi cincin, kalung gelang dan asesoris perhiasan. "Kualitas dan desain produk para perajin kecil di Kotagede cukup memadai, sehingga tidak perlu diragukan lagi," itu, pengusaha kecil kerajinan perak Kotagede, Indah mengatakan biasanya saat memasuki musim libur akhir tahun dirinya sudah memproduksi lebih banyak untuk kepentingan stok. "Produk kerajinan perak yang digemari wisatawan khususnya cincin, gelang dan asesoris," katanya. sumber AntaraBACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini TRIBUNJOGJACOM, YOGYA - Sebuah bangunan semi permanen yang digunakan oleh perajin emas dan perak di kawasan Prenggan, Kotagede, Kota Yogyakarta terbakar Senin malam (25/7/2022) sekira pukul 21.30 WIB.. Beruntungnya tidak ada korban jiwa, namun penyewa bangunan bernama Priyono (34) merugi ratusan juta akibat kejadian itu. Kerajinan perak di Kotagede muncul pada zaman Kerajaan Mataram Islam, yakni sekitar abad ke-16, dimulai ketika Panembahan Senopati memerintahkan warganya untuk membuat perhiasan dari emas dan perak. Lambat laun usaha daerah ini semakin terkenal dan menjadi salah satu ikon khas Kotagede. Untuk mengetahui lebih lanjut proses kerajinan perak di Kotagede, simak ulasan berikut ini. Lokasi dan Cara Menempuhnya Gapura HS Silver di Kotagede c Lina Auliani/TravelingyukBerlokasi di Jalan Mondorakan Nomor 1, Kotagede, Yogyakarta, Harto Suhardjo Silver atau yang sering dikenal HS Silver ini merupakan salah satu pelopor kerajinan perak di Kotagede. Nama HS Silver diambil dari inisial nama pemiliknya. Jika berangkat dari XT Square Yogyakarta, kamu harus melalui Jalan Pramuka untuk menuju Kotagede. Setelah menemukan perempatan lampu merah, langsung saja belok kiri ke arah Jalan Monodorokan. Cukup menempuh kurang lebih 300 meter, kamu akan menemukan HS Silver di seberang rumah makan Omah Dhuwur. Tempat Produksi Kerajinan Perak HS Silver c Lina Auliani/TravelingyukMenariknya, saya dipersilahkan untuk mengunjungi tempat pengrajin perak yang masih satu bangunan dengan toko perak HS Silver ini. Boleh dibilang, tempatnya bisa dikatakan bersih untuk sebuah tempat produksi. Saya dipandu oleh Pak Arfik selaku pegawai untuk mengelilingi tempat kerajinan perak ini. Pak Arfik yang Sedang Menjelaskan Poses Membuat Kerajinan Perak c Lina Auliani/Travelingyuk Tahap pertama yang harus dilakukan dalam membuat kerajinan perak adalah menimbang bahan baku yang akan digunakan. Tujuannya agar bisa menghasilkan perak yang mudah dibentuk dan kokoh. Jika sudah sesuai, biji perak dan tembaga dileburkan agar menjadi bentuk yang lebih solid. Perajin yang membuat perak menjadi bentuk kawat c Lina Auliani/Travelingyuk Mengapa membutuhkan tembaga? Karena jika keseluruhan bahan hanya menggunakan perak, kerangkanya akan sangat lunak sehingga sulit dibentuk. Semua proses yang dilakukan, seperti membentuk biji tembaga dan perak menjadi kawat yang pipih menggunakan alat manual yang digerakkan oleh tangan pengrajin di sini. Pengrajin yang sedang membuat kerangka liontin c Lina Auliani/Travelingyuk Tahap kedua dari proses kerajinan perak adalah mengambil batangan perak yang sudah jadi, kemudian dipipihkan membetuk kawat. Tujuannya agar mudah dibentuk oleh pengrajin menjadi aneka ragam perhiasan sesuai dengan kebutuhan penjualan. Kalian juga bisa memesan perhiasan dengan desin sesuai keinginan, lho. Kerajinan perak yang dibentuk dari kawat ini disebut Filigree. Membentuk kerangka perak untuk menjadi cincin c Lina Auliani/Travelingyuk Setelah kerangka sudah terbentuk seperti yang diinginkan, proses selanjutnya adalah melapisinya dengan bubuk perak. Bubuk ini ditempel kemudian dilebur menggunakan las karbit hingga melapisi seluruh kerangka kerajinan. Melapisi kerangka dengan bubuk perak c Lina Auliani/Travelingyuk Tahap terakhir adalah membersihkan kerajinan yang sudah selesai dibentuk. Proses ini cukup memakan waktu karena kerajinan direbus menggunakan tawas selama lima kali pengerjaan. Perebusan ini memakan waktu kurang lebih 15 menit dan diulangi selama 5 kali. Gunanya agar tidak ada material lain yang menempel di kerajinan perak. Proses merebus kerajinan dengan air tawas c Lina Auliani/Travelingyuk Setelah ditiriskan, kerajinan perak digosok dengan getah buah lerak agar lebih mengkilat. Lamanya penggosokan tergantung dari ukuran kerajinan perak ini. Buah ini terlebih dahulu digosok menggunakan sikat gigi sampai muncul getah yang berbusa. Kemudian getah ini menjadi pasta untuk menyikat kerajinan perak. Unik sekali ya manfaat getah buah lerak ini! Buah lerak untuk mengkilatkan kerajinan dari perak c Lina Auliani/Travelingyuk Setelah hasil karya selesai dibersihkan, selesailah proses kerajinan perak! Hiasan yang sudah jadi bisa langsung dipajang di etalase toko untuk dijual kepada wisatawan. Dipasarkan Secara Offline dan Online Salah satu contoh model kerajinan c Lina Auliani/Travelingyuk Karena banyaknya peminat, pemasaran kerajinan ini juga dilakukan secara online loh! Teman Traveler bisa melihatnya di website resmi HS Silver. Cara ini memudahkan peminat perhiasan perak dari seluruh penjuru kota menemukan kerajinan perak di HS Silver. Liontin salah satu kerajinan HS Silver c Lina Auliani/TravelingyukHarga yang ditawarkan untuk kerajinan ini bervariasi, mulai dari Rp sampai tak terhingga. Tidak hanya perhiasan, koleksi kerajinan untuk pajangan handmade juga ada loh! Menyediakan Workshop Kerajinan Perak Pintu Masuk Menuju Showroom HS SilverTertarik untuk membuat kerajinan dari perak juga? HS Silver juga menyediakan workshop bagi kamu yang berminat. Kursus singkat ini dilakukan selama 90 sampai 120 menit dan didampingi oleh instruktur yang berpengalaman. Selain itu kamu juga bisa membawa pulang hasil karya yang kamu kerjakan. Biaya untuk mengikuti workshop ini mulai dari Rp sampai Rp tergantung berapa banyak kamu membawa teman yang bergabung dan kerajinan apa yang kamu buat. Semakin banyak teman yang bergabung, semakin miring biayanya. Workshop ini dimulai dari pukul pagi sampai siang. Jika berminat, kamu harus menghubungi pihak HS Silver dari sehari sebelum ya! Advertisement Tags Indonesia kotagede proses kerajinan perak Wisata Yogyakarta .
  • u89e4q0h07.pages.dev/135
  • u89e4q0h07.pages.dev/154
  • u89e4q0h07.pages.dev/245
  • u89e4q0h07.pages.dev/152
  • u89e4q0h07.pages.dev/271
  • u89e4q0h07.pages.dev/163
  • u89e4q0h07.pages.dev/311
  • u89e4q0h07.pages.dev/395
  • u89e4q0h07.pages.dev/341
  • perajin perak di kotagede yogyakarta sedang